PON XXI 2024, Antara Sportifitas dan Isi Tas

0
80
Dr. Taufiq Abdul Rahim (Penulis adalah Pengamat Politik dan Kebijakan Publik)
Google search engine

Google search engine

MEDIANADNEWS.COM – Pada dasarnya melaksanakan even olahraga secara nasional menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, bahkan dapat mengukur serta mengukir prestasi terhadap kompetensi suatu nasional, bangsa, daerah bahkan masyarakat sekitarnya.

Makanya pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON), sebenarnya memiliki gengsi dan prestise tersendiri bagi tempat pelaksanaan, baik pemerintahnya, organisasi olahraga, pada pelaksana yang terlibat organisasi even (EO), serta seluruh masyarakat, sebagai sebuah kebanggaan, harga diri dan marwah karena dipercaya sebagai tuan rumah.

Karena itu, Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) sebagai tuan rumah bersama pelaksana PON ke-21 tahun 2024 semestinya bangga, bergengsi serta memperlihatkan identitas dirinya sebagai pelaksana dan mempertuhklan nama daerah sebagai wilayah Barat Pulau Sumatera, sebagai pintu gerbang utama memasuki Negara Indonesia, sehingga posisi memiliki arti tersendiri secara strategis.

Demikian juga, secara prinsipil pelaksana pekan olahraga sesuai dengan pesan Presiden Republik Indonesia (RI) dalam pernyataan dengan pentingnya, yaitu para seluruh atlit dan olahragawan untuk menjunjung tinggi sportivitas. Makanya pesan pendek yang sangat pendek dan berharga ini memiliki nilai, harga serta sangat strategis jika dipahami oleh semua yang terlibat dalam pelaksanaan PON-21 dan peserta yang terlibat langsung maupun tidak langsung memahaminya dengan serius, cermat dan penuh tanggung jawab.

Karena itu, kata ataupun narasi sportivitas semestinya dipahami dengan penghargaan yang sesungguhnya duipahami dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh secara konsisten.

Namun demikian bahwa, sebelum pelaksanaan PON-21 sudah tersebar luas tentang adanya indikasi praktik korupsi terhadap persiapannya, yaitu berkaitan dengan venue PON, fasilitas pendukung dan fasiltas serta sarana olahraga yang melibatkan elite tertentu di Aceh, bahkan telah disuarakan oleh Lembaga anti korusi.

Kemudian dengan memaksakan serta mengejar tanyang berbagai fasilitas olahraga untuk fasilitas tempat pelaksanaan PON juga banyak yang bermasalah, baik di Aceh maupun Sumut. Sehingga semakin terkuak pada saat pelakdanaan PON-21 berlangsung berbagai kejanggalan, penyimpangan dan manipulasi penggunaan anggaran belanja public atau Anggarsan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), juga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/Aceh (APBD/A) semakin terindikasi terjadinya penyalahgunaan anggaran, dana atau uang negara yang juga bersal dari rakyat. Makanya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora-RI) bereaksi atas berbagai penyimpangan serta penyalahgunaan anggaran belanja publik tersebut.

Hanya saja kemudian Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora-RI) merubah statemennya, sehingga kecurigaan publik dan rakyat semakin kuat ada indikasi korupsi dana atau uang negara bersumber dari rakyat tersebut, sehingga semakin dipahami bahwa, antara sportivitas semua serta usaha merampok uang negara dan rakyat uang tersebut, dengan menggunakan logika terbalik sebagaimana selama ini dipertontonkan oleh para elite negara, nasional dan daerah dilakukan secara terstruktur, sitematis dan masif.

Dengan demikian bahwa, perhelatan dan pelaksanaan PON- 21 memiliki kecenderungan serta indikasi dana dan uang dicuri, dirampok serta dikorupsi oleh para stakeholder pelaksana PON, baik dari pemerintahan yang mengelola dana untuk kegiatan olahraga, organisasi pelaksana olahraga, juga beberapa pihak yang trelibat dalam kegian PON-21 tersebut.

Kecurigaan ini telah diketahui sejak dini dan awal. Karena itu, lembaga anti korupsi dan para aparat penegak hukum dan lembaga hukum tidak diam, ataupun menyaksikan kecurangan ini dengan santai, karena ini menyangkut penyalahgunaan uang negara dan rakyat.

Dengan demikian, kini rakyat dengan berbagai elemen secara terbuka serta transparan menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga atau Institusi Penegak Hukum serta seluruh aparatnya agar kerugian negara dan rakyat ini mesti ditindak secara tegas.

Ini sesungguhnya sebagai bukti bahwa, penegakan hukum (Law Enforcement) benar-benar dilakukan di negara ini, sebagai bukti keadilan serta adanya ketegasan hukum yang tidak pandang bulu, maka penegakan hukum tidak hanya berlaku pada rakyat kecil, juga untuk elite dan kelompoknya yang melakukan kesalahan dengan cara-cara KKN serta jelas dimata rakyat, sehingga sportivitas yang diagung-agungkan untuk dijunjung tinggi, tidak berlaku berbanding terbalik dengan menambah pundi-pundi kekayaan atau isi tas para pelaksana PON-21, dengan cara-cara yang culas, licik, busuk dan tidak bertanggung jawab.

Karena ini semua adalah mesti dipertanggung jawabkan secara akuntable, transparan dan penuh konsekwensi hukum, jika terjadi penyimpangan serta penyalahgunaan wewenang sebagai kepanitaan pelaksana. Karenanya, menjunjung tinggi sportivitas tidak sebaliknya merampok, mencuri dan korupsi terhadap anggaran dana atau uang PON-21 untuk menambah isi tas para pelaksana dan panitia.

Makanya berbagai kejanggalan, yang diringi dengan ambisi yang semestinya mendidik generasi muda yang terlibat sebagai atlit PON-21 dengan jargon sportivitas, jangan dimanfaatkan oleh penyelenggara dan para pihak yang mesti menghargai atlit dengan prestasi yang diciptakannya.

Demikian juga, para pengelola tempat pelaksana PON-21 Aceh dan Sumut, jangan memanfaatkan kesempatan atau aji mumpung selagi berkuasa sebagai pengambil kebijakan dalam dunia olahraga, semestinya tetap menjaga harkat, martabat dan marwah daerah pelaksana dan seluruh masyrakat/rakyatnya.

Jangan membuat malu serta mempermalukan rakyat karena keserakahan ingin menguasai, juga rakus melihat dana/uang penyelenggaraan PON-21 yang banyak tersebut, sehingga menggunakan kesempatan dengan berbagai cara.

Sekali lagi, secara sungguh-sungguh diharapkan KPK dan aparat penegak hukum ditantang untuk membuktikan penangkapan serta penegakan hukum bagi koruptor, jika ingin kepercayaan (trust) rakyat ingin dikembalikan, karena selama ini telah terjadi ketidakpercayaan (distrusted) terhadap penegakan hukum bagi koruptor, sehingga tidak terdengar lagi adanya istilah; tidak memiliki dua alat bukti, ataupun tidak terbukti adanya penyelewengan serta korupsi dana atau uang pelaksanaan PON-21.(*)

Google search engine
Google search engine

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini