Forum Komunitas Kawasan Sabang (FKKS) adalah organisasi yang merupakan wadah dan media bagi komunitas sabang untuk membantu Pemerintah dan BPKS dalam upaya percepatan pengembangan kawasan sabang dengan memberikan pemikiran, ide, kritik dan saran, serta membantu dalam bentuk opsi lainnya yang bertujuan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat sabang khususnya, dan masyarakat aceh pada umumnya.
Pada saat status Freeport Sabang ini diperjuangkan oleh Pemerintah Daerah di kala itu, pada masa kepemimpinan Bapak H. Sofyan Harun… saat itu kondisi ekonomi Sabang sudah sangat baik, tetapi beliau tetap antusias ingin mengembalikan status Freeport Sabang, kenapa…?
Karena dengan Keunggulan Sejarah tentang Freeport Sabang Tempo Duloe, potensi laut dalam, letak geografis yang unggul.., perlu ada peran besar yang bisa dimainkan kembali, dengan kewenangan, fungsi, dan luas wilayah yang lebih besar, dalam upaya menjadikan Kawasan Sabang sebagai Pusat
“PERDAGANGAN TERKEMUKA DI DUNIA” dan sebagai tujuan Investasi yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi serta terciptanya lapangan kerja.
Keinginan Besar tersebut harus ada Tekad Kuat dan Persamaan Persepsi oleh para Pengambil Kebijakan terutama DKS, karena Gubernur Aceh, Walikota Sabang, dan Bupati Aceh Besar yang membentuk BPKS, mengangkat dan memberhentikan TOP Level Manajemen BPKS, serta Wilayah Kerja BPKS pun berada diseluruh wilayah Administratif Kota Sabang, dan sebahagian kecil Aceh Besar, oleh karenanya untuk mewujudkan cita-cita besar tesebut perlu ada SINKRONISASI antara Pemerintah Daerah dengan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).
Sabang pernah Berjaya di Bidang Kepelabuhan, bahkan melebihi Singapore, Berbiacara konsep pengembangan Kawasan Sabang, tidak boleh Local Mindset, tetapi harus Internasional Mindset, harus berbicara Makro Ekonomi, bukan urusin yang kecil-kecil, kalau masih lokalistik mindset melulu, sama juga lembaga negara selevel kementerian ini tidak ada bedanya dengan pola kerja yang dilakukan oleh perangkat kerja daerah.

Sudah sewajibnya Sabang hari ini harus lebih baik, dan lebih maju dari masa lalu, bukan perannya semakin seperti sekarang ini, udah 22 tahun masih belum jelas mau kemana…?
Seharusnya tidak boleh lagi kemana-mana, harus fokus, sejalan dengan bukti sejarah dan potensi yang dimiliki, letak geografis dan laut dalamnya, merupakan modal besar yang harus dioptimalkan dengan Infrastruktur Dasar kepelabuhanan yang handal dan sesuai kebutuhan, sekarang udah bukan zaman tongkat kayu batu jadi tanaman, tapi bagaimana ikan udang menghampiri, jika tidak punya kail dan tidak punya umpan sudah pasti NIHIL.
Oleh karena itu dibutuhkan manajemen Kepelabuhan yang professional & terukur, dan harus ada ‘action plan” dengan aset yang sudah tersedia, siapkan SDM dengan keunggulan Regulasi yang sudah dilimpahkan.
PELABUHAN BALOHAN
Dengan sudah selesainya pembangunan Pelabuhan Balohan, merupakan kesempatan emas bagi BPKS untuk bangkit, mengelola dan mengembangkannya menjadi Pelabuhan Nasional.
Arah pengembangan yang diamanahkan dalam MP BPKS sudah sangat jelas, butuh lahan pengembangan 185 Ha sejalan dengan pengembangan sebagai Kawasan Industri Balohan.
Tidak boleh terjadi mispersepsi tentang siapa yang harus mengelola Pelabuhan Balohan, adanya tumpang tindih aset, dan berbagai persoalan kembali kepada regulasi, ada UU 37 Tahun 2000, lalu diperkuat dengan UU 11 Tahun 2006, setahun kemudian Pemerintah Aceh mengeluarkan Qanun No.9 Tahun 2007, dan pada tahun 2010 Pemerintah Pusat memberikan PP 83, selanjutnya satu-persatu produk hukum turunan diberikan termasuk Permenhub 03 tahun 2013.
Didalam semua ketentuan umum peraturan perundang-undangan Kawasan Sabang menyebutkan Wilayah Kawasan Sabang mencakup (Pulau Weh, Klah, Selakoe, Rubiah, dan Rondo) s/d ke Pulau Aceh), jadi jelas wilayah balohan merupakan wilayah pengembangan yang harus dikelola dan dikembangkan oleh BPKS.
Kalau sebelumnya dikelola oleh UPTD Pemko Sabang, dan juga ada Unit Pelaksana Teknis Kementerian perhubungan yaitu BPTD, ini masalah sederhana dan tidak ada persoalan sedikitpun, ini masalah internal kementerian perhubungan terkait “clearance in dan clearance out”, namun kekhususan untuk pengelolaan pelabuhan tetap kewenangan BPKS, karena kewenangan yang dilimpahkan kepada BPKS adalah “bidang perhubungan”, bukan hanya laut, darat dan udarapun bisa dimintakan jika diperlukan, pemerintah aceh sendiri juga sudah mendelegasikannya melalui Qanun No.9 tahun 2007.
Dan perlu dipahami Mindset kita tentang Pelabuhan Balohan ini tidak hanya sekedar pelabuhan penyeberangan semata, tetapi mendukung Balohan sebagai Kawasan Industri akan banyak hal yang dapat dikembangkan, apakah Docking, TUKS, dan berbagai akifitas bisnis lainnya untuk pengembangan selanjutnya di masa yang akan datang.
PELABUHAN TELUK SABANG
Permasalahan Kepelabuhanan Exciting (Riil) Daerah Kerja dan Daerah Kepentingan Pelabuhan saat ini SEMRAUT (Chaostic), masih belum jelas RIP, DLKr dan DLKp sehingga zonasi ruang belum mempunyai kordinat batas-batas wilayah daratan dan wilayah perairan yang semakin hari semakin rumit untuk diselesaikan, hal ini sangat berdampak terhadap perkembangan infrastruktur pelabuhan dan juga berpengaruh kepada minat investor untuk berinvestasi baik pada bidang pelabuhan maupun investasi lainnya.
Dengan keunggulan sejarah seperti yang sudah saya sampaikan, seharusnya kita punya “Main Focus” apa yang menghasilkan pundi-pundi PNBP, seperti menyediakan kebutuhan air (bendungan), minyak kapal (marine fule Oil), dan berbagai logistic lainnya.
Kemungkinan dibukanya terusan Kra sebenarnya sangat menguntungkan kita, karena sangat berpotensi kapal kapal tidak lagi melintas di semenanjung malaya, tetapi tepat berada didepan perairan teluk sabang, tentunya kita yang paling diuntungkan dan dapat berperan memenuhi kebutuhan logistik mereka.
Jika sekarang basic infrastruktur kita tidak siap, kita akan kehilangan kesempatan yang paling berharga untuk mendapatkan PNBP dalam jumlah besar, sesuatu yang dapat mendatangkan devisa negara yang signifikan, dan selanjutnya dapat berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
PULAU ACEH
Sejak diterbitkan UU 37 tahun 2000, pulo aceh sudah menjadi Wilayah Kawasan Sabang, sudah sewajibnya BPKS punya perhatian dalam melaksanakan pengelolaan, pembangunan dan pengembangan Pulo Aceh, bahkan ini bisa menjadi alternatif untuk mengembangkan berbagai jenis usaha sesuai dengan fungsi kawasan.
Bebagai potensi yang dimiliki harus dapat dioptimalkan, tidak boleh dibiarkan, untuk dapat memberikan animo para pelaku usaha harus ada tindakan konkrit, misalnya ada pelabuhan yang dapat sandar kapal, akses jalan yang nyaman dan dapat di jangkau oleh para pelaku usaha dan siapun yang ingin berkunjung ke Pulo Aceh.
Aset-Aset BPKS yang sudah diabangun harus dapat dioptimalkan, dan untuk asset-aset yang kondisinya sudah tidak bisa digunakan, harus di buat kajian mana yang cepat mendatangkan PNBP, selanjutnya akan terjadi aktivitas ekonomi, dan harus ada dermaga yang nyaman untuk sandar kapal, akan terjadi arus barang dan angkutan penumpang sehingga lama kelamaan akan terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya pulo aceh juga dapat kita kembangkan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Pulau Aceh hari bermasalah dengan akses, sehingga apapun yang ada tidak dapat dioptimalkan, seharusnya yang dibangun “dermaga multipurpose di ujong pineung” terlebih dahulu, bukan jembatan lampuyang, karena sudah terbukti sejak zaman belanda mempunyai kedalaman lebih dari 30 meter, sehingga memungkin untuk disandari kapal pesiar yang besar, baru Pulo Aceh dapat membangun potensinya.
PERIZINAN
Pelimpahan kewenangan dibidang perizinan kepada BPKS seharusnya diikuti dengan tersedianya fasilitas dan didukung oleh SDM yang handal dan Profesional, sehingga dapat memberikan pelayanan maksimal.
Didalam PP 83 tahun 2010 Pasal 13 ada amanah bagi DKS untuk membentuk Satuan Unit Pelaksana beserta tugas dan wewenangnya dengan memperhatikan masukan dari kepala BPKS.
Dan didalam Pasal 14 disebutkan bahwa Satuan Unit Pelaksana yang dimaksud terdiri dari :
a.Unit Pelaksana Internal BPKS,
b.Unit Pelaksana PTSP yang merupakan perwakilan dari instansi Pemerintah, Pemerintah Aceh, Pemerintah Abes, dan Pemerintah Kota Sabang,
c.Unit Usaha lain sesuai dengan kebutuhan pengembangan
Sebenarnya jika Satuan Unit Pelaksana ini sudah terbentuk, kita yakin semua instansi terkait bisa berada dalam satu atap sehingga dapat memberikan pelayanan maksimal dan tidak ada lagi proses perizinan yang mengganggu iklim investasi di kawasan sabang.
Pariwisata
Saat ini Aceh memiliki kekhususan dengan telah memiliki UU No. 11 Tahun 2006 (UUPA), dan adanya Qanun No. 9 tahun 2019 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kota Sabang Tahun 2019 – 2027, Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kota Sabang Tahun 2019 – 2027, jadi suka tidak suka, ikhlas atau terpaksa, Daerah Aceh sudah berbasis Syariah, sehingga konsep pengembangan wisatanya juga harus Syar’i, tidak bebas terbuka dengan pola budaya asing, oleh karenanya Konsep Wisata Religi yang harus kita lakukan dan prioritaskan.
Kita memiliki keunggulan sejarah yang luar biasa, selain adanya tokoh tokoh dunia yang berkunjung ke sabang, sabang sendiri memilik histori sebagai “Keramat 44”, sebutan ini sudah tertanam disetiap orang sabang, bahkan orang diluar sabang, dan tentu ada riwiyatnya yang sangat menarik. Dan juga bagaimana cerita belanda, jepang dan sekutu yang pada perang dunia ke 2, tentu juga punya sejarahnya, ada banyak benteng, rumah sakit bawah tanah, dan lain sebagainya.
Inilah potensi wisata sabang yang selama ini terkubur, bagaimana kita gali kembali untuk disajikan dalam bentuk “Historiografi” yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga siapapun yang menyampaikan tentang sejarah versinya sama, tidak beda orang beda penyampaiannya, jadi perlu riset dan kajian sejarah oleh para ahlinya, dan tentunya ini sangat fantastis jika betul betul dilakukan, sehingga pariwisata sabang tidak hanya bergantung pada keindahan alamnya saja.
Kita sudah lama berkutat dan berbicara tentang keindahan pariwisata sabang, dan semua pihak ikut mendukungnya, bahkan BPKS tidak tanggung sampai mereview visi misinya menjadi fokus pariwisata, dan sabang di masa presiden SBY juda pernah ditetapkan sebagai KSPN sampai sekarang, boleh kita bilang semua keroyokan ingin jadikan Pariwisata itu primadona, tapi sampai saat ini belum satupun pengelolaan potensi pariwisata sabang yang dikelola secara profesinal, dan dapat memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan.
Jadi sudah saatnya mindset tentang pariwisata kita diarahkan sesuai dengan potensi, apalagi Ripparkot sudah ada, dan substansinya semua berbicara tentang wisata halal yang sudah pasti itu adalah konsep wisata religi.
Dan pengembangannya tidak bisa lepas dengan unsur sapta pesona (aman, bersih, tertib, sejuk, indah, ramah, kenangan), lalu bagaimana dikembangkan dengan konsep pentahelix (pemerintah, akademisi, bisnis, community, media) dan dikolaborasi dengan unsur 5 A (accessibility, accommodation, attraction, activities, amenities) dan juga perlu bersinergi dengan ekonomi kreatif.
Dan sembari kita melakukan apa yang bisa dilakukan, kita terus mempersiapkan langkah strategi dengan menyempurnakan master plan kawasan sabang, rencana induk pelabuhan, dlkr/dlkp, dan perlu dilakukan sinkronisasi dengan RTRW Kota Sabang dan RDTR terkait program-program pengembangan kawasan sabang (blue print unggulan).
Dengan sudah tertinggal basic infrastructur kawasan, kita perlu good will para pengambil kebijakan untuk dapat membiayai dengan skema; konsorsium, KPBU ataupun PINA, yang kita mintakan kepada Presiden melalui Menko Perekonomian, Menko Marves, Kementrian PPN/Bappenas, dan Para Pelaku Usaha, sehingga arus investasi, transaksi perdagangan, pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, yang mana pada akhirnya mendatangkan devisa dan PNBP di Kawasan Sabang.***